FKJM adalah salah satu komunitas fotografi di Yogyakarta selalu berusaha menjadi komunitas bermanfaat serta dan menjadikan seni fotografi dan aktifitasnya sebagai media untuk menyampaikan pesan bagi siapa saja. Untuk Informasi & Kerjasama : Tlp/SMS/WA : 0823 2427 2785 II EMAIL : jogjamemotret@gmail.com II PIN BBm : D0830529 II Upload karya fotografi kamu di akun instagram dengan #instafkjm

Tuesday, August 23, 2016

Antara Gender dan Genre

Rabu, 23/8/2016, Forum Komunikasi Jogja Memotret (FKJM) kembali menggelar kegiatan rutin sharing dan diskusi rutin minggu ke-4 yang bertempat di sekretariat Jl. Wahid Hasyim No.58B, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta (Edelweiss Kopi). Kegiatan ini mengangkat tema "antara gender dan genre".

Gender sering menjadi seterotip beberapa aktifitas pekerjaan bagi beberapa aktifitas. Kaitannya dengan fotografi, sudah menjadi sesuatu yang lazim seorang wanita menjadi fotografer untuk kepentingan komersial di Indonesia. Tetapi, seorang wanita dengan aktivitas dan pekerjaan sebagai seorang pewarta foto menjadi pekerjaan yang jarang diminati. Hal tersebut tidak berlaku bagi seorang Regina Septiarini Safri seorang pewarta foto di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN Antara). Pada acara sharing dan diskusi fotografi, Rere begitu akrab dipanggil, menceritakan berbagai pengalaman selama beraktifitas sebagai seorang pewarta foto. Banyak hambatan, tantangan, dan bahaya yang menyertai pekerjaannya. Menurutnya segala resiko yang diambilnya dijadikan semangat untuk terus berkarya dan mengabarkan berita dengan karya fotonya. Rere juga membagikan beberapa tips memotret untuk kepentingan pemberitaan seperti wajib mengikuti protokoler yang ditetapkan ketika melakukan peliputan seorang pejabat. Pengalaman meliput kegiatan yang berkaitan dengan Kraton Yogyakarta, menurutnya menjadi salah satu pengalaman yang cukup mengesankan, dimana pewarta diwajibkan menggunakan pakaian adat Jawa. Laki-laki mengunakan pakaian pranakan dan wanita mengenakan pakaian kebaya yang motifnya sudah ditentukan oleh pihak Kraton, jika salah mengenakan maka tidak diperbolekan memasuki area acara, tuturnya.

Sebagai penutup sharing dan diskusi, Rere membuka pertanyaan terkait teknis maupun pengalaman selama menjadi pewarta wanita. Beberapa pertanyaan muncul dan menambah hangat suasana diskusi sharing.

Rere berpesan kepada para peserta, "agar menambah jam terbang, menguasi teknik, menguasai medan menjadi penting ketika menjadi seorang pewarta foto."

Sunday, August 7, 2016

FKJM nang Dieng

Sabtu 6 Agustus 2016 pukul 05.30 alarm berbunyi di Handphone kami masing-masing dan pertanda bahwa waktu semakin dekat untuk kita berkumpul untuk melakukan perjalanan ke Wonosobo. Mata masih terasa pedih karena terlalu dini melihat dunia hahahaha....(kata pujangga), kondisi ini menghantar kami untuk berkumpul di terminal Jombor Yogyakarta. Seperti yang sudah disepakati bersama, pukul 08.00 kami akan berangkat naik bus menuju Wonosobo. Satu per satu diantara kami datang dengan dengan berbagai keadaan, ada yang berdandan bak hijab traveller, ada yang bergaya #pendakicantik (padahal cowok) hahha.. aneka rupa, aneka rasa berkumpul menjadi satu di warung kopi sebelah barat terminal.

Waktu menunjukkan pukul 07.50 sepuluh menit berangkat dan tanpa kebetulan sepuluh kawan-kawan FKJM sudah berkumpul semua ada Didik, Arif, Alfin, Jaya, Mirza, Yoris, Udin, Dika, Dafa dan Rahmat.

Pukul 08.00 tepat kami bersepuluh mulai melangkah menuju tempat pemberhentian bus jurusan Jogja-Magelang sambil menunggu bus yang menurut kami layak membawa sepuluh pemuda sukses menuju terminal selanjutnya. Sebelum menaiki bus, kami sempatkan untuk berfoto bersama sesaat sebelum perjalanan. Alunan lagu para pengamen bus mulai satu persatu kita dengarkan, lagu pertama adalah ciptaan Ebiet GAD "titip rindu buat ayah" menjadi backsound perjalanan kami (bukan andra the backsound lho).

Beberapa saat kemudian, bus mulai berjalan, dan tiba waktunya kita semua melakukan registrasi dengan bapak kernet (alias mbayar bus) Rp 12.000 sampai terminal Magelang, dengan fasilitas bus 1 sopir dua kernet yang tanpa kita perintah mereka menjaga dan mengantarkan kita ketempat tujuan. Kami sangat terharu betapa baiknya bapak kernet, tanpa kita semua tahu... beliau mencarikan teman untuk duduk dalam perjalanan ke Magelang (sebenernya ngetem sih, biar puitis aja). Pukul 10.15 tepat pak sopir menginjakkan kakinya dipedal rem pertanda kita harus cepat cepat menginjjakkan kaki di terminal Magelang.

Mulailah teriakan-teriakan para kernet bus menawarkan kami, bigini bunyinya "semarang semarang...", "wonosobo wonosobo...", kami sempat bingung memilih kami mencari bus jurusan Wonosobo, tetapi kok yang ditawarkan kok Wonosobo Wonosobo.... hmmmmmmmm. Sejenak kami berdoa memohon petunjuk Yang Maha Kuasa, tara... akhirnya kami dapat menentukan naik bus jurusan Wonosobo Wonosobo..hehehe.

Akhirnya kami semua menaiki bus sesuai petunjuk tadi, kami kembali bersyukur ternyata kita hanya membayar Rp 25.000 menuju pertigaan Kertek Kabupaten Wonosobo. Dua puluh lima ribu menurut kami adalah harga yang sangat murah, bagaimana tidak, kita kembali mendapat fasilitas 1 sopir dan dua kernet tanpa ikut iuaran beli oli mesin, kampas rem dan servis bus,,, murah kan?

Sesampainya di pertigaan Kertek, kami memutuskan untuk tidak langsung menuju ke Wonosobo,tetapi kami singgah di rumah salah satu kawan FKJM yaitu Mirza yang rumahnya tidak jauh dari pertigaan Kertek. Kembali kami meniki bus menuju Sapuran, dan ongkosnya Rp 2.000 sampai tujuan kurang lebih 6 Km. Seketika kami semua tehenyak, Rp 2.000 fasilitas apa yang akan kita dapakan?
taraaaaaaa... dan ternyata benar apa yang kami sangka, kami hanya mendapat satu sopir bus dan satu kernet, tanpa ada tempat duduk yang bisa kami duduki. Beberapa saat perjalanan kami sadar, ternyata kami diajarkan untuk menjadi pemuda bangsa Indonesia harus terlatih berdiri tegak menghadapi kenyataan, itulah hikmah yang kami temukan.

Sampai juga kami diperempatan 500 meter dari rumah kawan kami pukul 12.30, turun bus dan berjalan meyusuri beberapa rumah, akhirnya sampai juga tempat untuk beristirahat (ngeluk boyok dalam bahasa Jawa). Kemudian kami sejenak beristirahat untuk sholat dan makan bersama sambil merencanakan hunting kecil di sekitar rumah.

Pukul 15.00 kami bersiap-siap untuk hunting foto suasana pasar sayuran di pasar Kertek, sepuluh pemuda Indonesia mulai bergegas berjalan menuju jalan raya dan menunggu bus menuju lokasi. Cerita kembali berulang, membayar Rp 2.000 dengan beberapa fasiltasnya hehehehehehe.....

Sesampainya di pasar Kertek, kami berpencar mencari obyek foto dan berkeliling area pasar. Keramahtamahan masyarakat Kertek Wonosobo sangat membantu kami dalam menemukan obyek foto, bagaimana tidak, terkadang mereka menawarkan diri untuk di foto. Beberapa orang dengan ramahnya mengajak beberapa diantara kami bersalaman, bak seorang artis kunjungan di pasar sayur. Hunting foto kami akhiri pulu 17.15 dan kembali menuju tempat singgah.

Waktu terus berjalan tanpa ampun, mengajak kami semua untuk tertawa melepas kepenatan menuju mala. Diskusi kecil tentang esok hari untuk hunting foto di area Candi Dieng terpecahkan, esok pagi pukul 06.00 kita merencanakan melakukan perjalana menuju Dieng,  kebetulan ada acara festival budaya pemotongan rambut gimbal dalam rangkaian acara Dieng Festival Culture. Sedikit candaan kita lanjutkan sambil menunggu kantuk menghampiri kami.

Pukul 05.00 kami semua sudah mulai bangun dan bersiap melanjutkan perjalanan menuju Dieng dengan kendaraan yang kami sewa (angkot) Rp 300.000 untuk sepuluh orang dari Sapuran menuju Dieng. Fasilitas apa yang kami dapat? mungkin tidak usah dibahas,.... lita cuman dapet 1 sopir saja, ya sudahlah....

Pemandangan hijau menemani perjalanan kami menuju lokasi, bukit-bukit seolah menyapa kami dan mengajak bernyanyi (jare sopo?).

Pukul 08.30, akhirnya kami terjebak di kemacetan jalan menuju Dieng, tanpa berdoa, kami putuskan untuk turun dari angkot dan berjalan menyusuri kemacetan menuju area festival. Apa yang kami cari pertama sebelum hunting foto di Dieng?...... yap anda benar... KAMAR MANDI, karena kami harus mengurangi kandungan air dalam tubuh (buang air kecil hahah). Kita berpencar memulai hunting foto, berbekan HT (handy Talky) kami tetap berkomunikasi dengan kawan-kawan, karena beberapa diantara kami ada yang suka memotret budaya ada yang suka memotret kondisi perkampungan. Akhirnya kami menentukan untuk berkumpul kembali pukul 16.00 masjid depan Gerbang Candi Arjuna.

Pukul 16.00 pun menghampiri kami, ya sudahlah.. kami akhirnya harus kembali menuju Kota Wonosobo untuk pulang ke Jogja, dari Dieng ke Wonosobo kami harus membayar angkutan bus Rp 15.000. Malam mulai mengajak kami menuju kota Wonosobo, kamipun mencari makanan khas Wonosobo disekitar Alun-Alun, bertemulah dengan gerobak hijau dengan tulisan mie ongklok, mata dan hati mulai berbinar melihat tulisan mie ongklok. Dengan Rp 15.000 kita dapet 1 porsi mie ongklok dan 6 sate ayam.

Sambil menunggu travel yang menjemput kami pukul 21.00 menuju Jogja, kami singgah untuk ngopi-ngopi di Alure (pujasera di area alun-alun Wonsosobo). Beberapa saat kemudian, jemputan datang sebuah mobil ELF parkir di depan tempat kami ngopi, benar ternayata, kami sudah di jemput untuk kembali pulang ke Jogja, bayarnya berapa? Rp 70.000 saja karena sudah malam dan nggak usah bahas fasiliasnya ya..... ngantuk dah malam. Wuzzzzzzzzzz.... hrrrrrrrrrrr (kami tertidur), dan sampai di Jogja tepat pukul 00.00 Senin 8 Agustus 2016.



...............
Perjalanan kami tidak seberapa, tapi persahabatan dan persaudaraan kami sungguh luar biasa
Kebahagiaan kami temukan bukan jauh diluar sana, kebahagiaan kami dapati dengan sahabat-sahabat kami di sini
Perjalanan kami adalah perjalanan perjalanan tanpa henti, jika sejenak berhenti... itu haya sekedar menikmati..........


Dokumentasi :